Kamis, 16 Januari 2014

Awal, yang tak terkira di duga, yang tak terpikir di angan (part 1)

Awal.. Untuk mencapai 'kata itu' pun butuh perjuangan yang luar biasa. Padahal, kita toh nggak bakal tau pula apa yang akan terjadi 'di sana'.

Entah cuma di negara ini aja, atau gimana. Setiap kelulusan dan nyari sekolah lagi itu jadi hal yang amat njelimet.

Jujurnya, aku toh udah pasrah, nurut sama pilihan orangtua. Jujurnya, aku nggak punya gambaran yg jelas tentang cita-cita ataupun karirku nanti. Inginku ya hanya bisa secepatnya aja membahagiakan mereka. Apapun caranya, selagi aku mampu dan di ridhoi sama Yang Maha Kuasa :)
Aku suka hitung2an. Jadi, nggak terlalu salah juga kalau aku ngambil jurusan ipa. Sekalipun dalem hati, aku ga minat ngambil jurusan yg ipa murni kalau untuk kuliah nanti.

Sudah dinasehati berulang kali kalo aku harus bisa lebih dari orangtuaku yang bekerja di swasta. Aku disarankan untuk ikut semua tes ikatan dinas. Aku iya-in aja. Karena ya itu tadi, aku belum ada gambaran yg jelas padahal udah kelas 12.

Aku cari info2 tentang ikatan dinas. Aku abaikan keinginanku untuk kuliah di universitas. Aku cuma ingin cepat2 membantu orangtuaku. Itu saja.

Dari semua yg aku cari, cuma stis dan stan yg memungkinkan untuk diikuti. Di saat semua temanku saling tanya jawab tentang mau kuliah dimana nantinya. Aku cuma bisa bungkam. Aku belum berani banyak berharap tentang tes ikatan dinas. Karena yg pastinya pesertanya amat banyak.

Aku ikut tes stis terlebih dulu di awal bulan mei 2013. Berangkat bersama salah seorang teman kelasku di minggu pagi itu. Tes yg diadakan di universitas bhayangkara, dengan 110 peserta di kelasku. Mereka semua anak ipa, bre. Aku melongo. Lalu kembali mengerjakan soal2 itu dengan kepala berasep. Ngik.

Bebarengan saat pengumuman hasil unas, pengumuman tes itupun di umumkan. Om adik ibuku, yang jauh di Bogor sana nelpon2 ke rumah dengan bersemangatnya,
Q : mbak fika, sudah liat hasilnya belum? Ini om sudah print semua nomer peserta yang lolos. Nomernya mbak fika berapa?
A : oh, eh, lupa om. Bentar ya mau dicari dulu. *berhening-hening kemudian* lupa naruhnya, om. Mau fika print lagi dari pdf dulu ini ya. Nanti fika kabari lagi.
Tuuut.
Niatnya ke warnet itu nge print, tapi karena hati ini gatel juga. Akhirnya aku beranikan diri untuk melihat. Jeng. Jeng. Jeng. Yang lolos cuma beda 1 nomer belakangnya sama aku masak. Nomer belakangku 6, dia yang lolos itu 7. Tumpahlah air asin dari mata di warnet itu.
Pulang dengan mulut membisu. Mengabari si om lewat sms. Tiduran dengan menatap langit2 kamar dengan sendu. Hati yang sendu.

Nggak lama, pengumuman snmptn undangan diumumkan. Si gati mendatangiku di warnet dekat rumah. Yah, jadilah sore itu kami liat pengumuman menyesakkan itu. Tinta merah. Ucapan maaf. Sudah, cukup. Temanku sudah berderai air asin dari matanya. Aku? Biasa. Pasrah. Toh aku sudah hancur duluan perkara yg stis itu :')) Malem itu, aku dan sahabat2ku, kami ber4 menghabiskan malam di warung, mengunyah bola bernama bakso. Yah, mungkin memang belum rezeki.

Pendaftaran tes sbmptn pun di buka. Aku yang terlalu cepat frustasi bener2 ga minat buat daftar tes itu. Hari2 yg di penuhi dengan debat ini itu. Dan akhirnya, di hari-hari terakhir pendaftaran, aku baru mendaftarkan diri. Bahkan menyetor uang ke bank pun sampai ditemani bapak ibukku. Udah kayak anak sd -.-

Hari tes itu datang. Berangkat jam 5 pagi dari rumah naik motor dengan bapakku. Ada pemandangan menarik saat keluar menuju jalan raya besar. Motor2 yg lewat. Bapak2 yg membonceng anak2nya untuk tes di hari itu. Bahkan ada di antara mereka yg masih sempat2nya belajar sambil dibonceng :')))
Pukul 7 pagi kurang, aku sampai di tempat tesku. Di universitas airlangga kampus c. 2 hari menjalani tes itu. Berangkat pagi2 buta. Hawa dingin bekas semalam, matahari yg belum tertawa. Benar2 perjuangan yg hhh, gitu lah pokoknya. Bapak yg dengan sabarnya menunggu aku sampai selesai tes di siang hari. Beliau sampai izin nggak masuk kerja hanya untuk menemaniku. Menghabiskan waktu di pinggir danau di kampus itu dengan membaca koran. Tuhan.. :")
Dan, di hari terakhir tes. Beliau mengajakku ke warung bakso langganannya sewaktu kuliah dulu di dekat kampus b unair, sehabis tes menjenuhkan itu. As the best moment i've ever had :")

Di hari pengumuman, perutku justru nggak bersahabat. Aku pun males melihat pengumuman mengerikan itu. Dan lagi2 si gati nyamperin aku. Dia berniat 'lihat bareng' lagi. Aku biarkan dia melihat miliknya terlebih dulu lewat hapeku. Dan hasilnya, menyedihkan. Dia lalu memintaku untuk mengecek hasilku juga. Ada rasa takut setelah melihat hasilnya gati. Aku buka dan jeng jeeeng. Tinta merah lagi. Tapi, eiiits, gati meraih hapeku. Dia berteriak, "kamu lolos fik, unesa, sastra inggris. kamu sih, jangan liat tintanya aja..". HAH?!! Entah aku harus gimana. Aku nggak mungkin bisa seenaknya bahagia, sedangkan temanku lagi kalut. Aku cuma bisa sujud syukur, memeluk ibuku yg hari itu lagi nggak masuk kerja. Dan bergegas telpon bapakku. "Alhamdulillah.." teriak beliau dari suara nun jauh di sana. Ada rasa haru yg tak terhingga saat itu.

Tapi toh aku tetap harus menepati janjiku untuk tetap tes ikatan dinas yg satu lagi, Stan. Aku bahkan sampek bela2in ikut les privat di Surabaya. Les di mbak2 kenalan ibuku dari teman kantornya. Mbak itu juga salah seorang asisten dosen di its, jurusan fisika. Widih lah :)) Tapi karna dia masih punya bayi, jadilah aku yg dateng ke rumahnya.
Tiap siang aku berangkat dari rumah, ke Surabaya. Latian soal2, belajar kecepatan ngerjain soal. Efisiensi waktu pas ngerjain soal. Dan sebagainya...

Hari tes itupun tiba. Di rumah sakit haji Surabaya, tempat aku dilahirkan. Ada harapan di benak kedua orangtuaku. Ada janji yg harus kutepati. Tuhan, semoga harapan kedua orangtuaku terkabul..
Tes hari itu, di bulan puasa. Semua latian2 yg aku pelajari. Semua soal2 itu.

Mentok, semua udah aku usahain se mentok2nya. Tapi apa mau dikata, Tuhan sedang berpihak pada keinginan terpendamku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar